よこそ!!!!

स्वागत, ДОБРО ПОЖАЛОВАТЬ, مرحبا بكم, 欢迎, 환영, ยินดีต้อนรับ, WELCOME

Sabtu, 01 Oktober 2011

PEMBAHASAN (Sosiologi Jepang)

2.1 Koreika Shakai dan Shoshika di Jepang

Di Jepang terdapat koreika shakai yang berarti mayarakat Jepang didominasi oleh kaum lanjut usia. Banyak orang Jepang masih hidup sampai usia lanjut. Harapan hidup di Jepang baik untuk pria dan wanita merupakan yang tertinggi di dunia dengan pria = 77,9 tahun dan wanita = 85,1 tahun. Harapan hidup yang tinggi ini disusul oleh negara Swedia, Spanyol, Australia, Kanada, Swiss, Prancis, Norwegia, Belgia, Italia, Austria, dan Yunani. Beberapa orang lanjut usia di Jepang masih aktif melakukan aktivitas sehari-hari. Dan mereka sangat menikmati masa-masa kehidupan tua mereka dengan mengisi kegiatan pada kelompok hobi/klub hobi seperti kaligrafi, menari jazz, kerajinan kulit dan tembikar dan karaoke. Dengan cara seperti ini banyak orang lanjut usia Jepang menemukan cara baru untuk menikmati hidup, tetap bersosialisasai dengan lainnya dan yang terpenting adalah tetap menjadi anggota masyarakat yang aktif.

Sementara itu bila dilihat dari jumlah kelahiran jepang juga menghadapi penurunan jumlah kelahiran atau yang disebut dengan shoushika. Hal tersebut disebabkan karena banyak kaum muda di jepang yang enggan melakukan ikatan pernikahan, kalaupun mereka mau menikah banyak dari mereka yang tidak ingin memiliki anak atau sering disebut dengan double income no kids (DINKS) , sehingga pertumbuhan penduduk di jepang sering digambarkan seperti pyramid terbalik, dimana kaum lanjut usia semakin lama semakin banyak dan kaum muda semakin lama semakin sedikit. Di Jepang, misalnya, penduduk yang berusia 65 tahun ke atas mengalami penurunan pendapatan namun konsumsi meningkat. Sedangkan penduduk yang berusia antara 30-65 tahun mengalami situasi dimana pendapatan lebih besar daripada konsumsi, dan yang berusia di bawah 30 tahun konsumsinya lebih besar atau sama dengan pendapatannya. Saat ini Jepang tengah memasuki fase penurunan jumlah penduduk sebagai akibat proses aging yang berlangsung sangat cepat.

Hal ini akan memperlambat potensi pertumbuhan terutama karena berkurangnya jumlah tenaga kerja dan turunnya tingkat suku bunga tabungan domestik. Dampak lebih jauh dari hal ini adalah Jepang akan menjadi negara maju pertama yang mengalami declining population. Tenaga Kerja Asing Data dari Biro Statistik Jepang mengungkapkan piramida kependudukan Jepang telah berubah secara dramatis akibat turunnya angka kelahiran dan kematian. Untuk tahun 2006 saja jumlah penduduk usia 65 tahun ke atas sudah mencatat rekor tertinggi baik dalam jumlah maupun persentase. Yang lebih menakutkan lagi adalah proyeksi kependudukan Jepang pada tahun 2050.

Pada saat itu di perkirakan piramida kependudukan Jepang akan menjadi sebuah ‘piramida terbalik’ karena komposisi penduduk usia lanjut (di atas 65 tahun) yang diperkirakan mencapai 39,6 %, sedangkan penduduk usia produktif hanya mencapai 51,8 %. Di tahun yang sama, anak-anak Jepang diperkirakan hanya 8,6 % dari total populasi Jepang. Sungguh mengkhawatirkan. Situasi ini menghadapkan Pemerintah Jepang pada tantangan serius terhadap kebijakan ekonominya di masa mendatang.

2.2 Penyebab Adanya Shoshika

1. Tingkat natalitas yang sangat rendah

Kebanyakan orang Jepang tidak ingin menikah dan tidak ingin mempunyai anak. Kalaupun mereka menikah dan ingin mempunyai anak, mereka hanya memutuskan untuk memiliki seorang anak saja. Karena jika memiliki lebih dari satu anak akan memberatkan mereka. Ini dikarenakan biaya perawatan, biaya sekolah,biaya hidup, dan lainnya untuk anak sangatlah mahal.


2. Tidak ingin meninggalkan karier dan gaya hidup.


Para pemuda di Jepang cenderung mengulur waktu untuk menikah dan mempunyai anak sebab mereka lebih mementingkan karir dan gaya hidup mereka. Saat menikah dan mempunyai anak mereka tentu akan sedikit kesulitan dalam mempertahankan karir mereka yang sudah dicapai dengan susah payah. Selain itu gaya hidup pada masa muda juga pasti akan berubah seiring dengan adanya anak sehingga mereka merasa harus menjadi orang tua sepenuhnya.

3. Keengganan melakukan aktivitas seksual

Menurunnya angka kelahiran di Jepang salah satu faktor utamanya adalah turunnya aktivitas seksual warganya. Hal ini berdasarkan hasil poling yang dikeluarkan oleh Kementerian Kesehatan, Pekerjaan, dan Kesejahteraan pada Kamis, 13 Januari 2011, seperti dilansir dari laman The Telegraph. Poling yang bertujuan untuk mengukur aktivitas seksual warga ini melibatkan 671 pria dan 869 perempuan serta dilakukan pada September 2010. Pada hasil poling, 36 persen pria usia 16-19 tahun menyatakan tidak tertarik dan tidak memikirkan soal seks. Angka ini meningkat dari poling serupa 2008 dengan 17,5 persen. Angka mengejutkan ditunjukkan oleh hasil poling terhadap perempuan. Sebanyak 59 persen perempuan Jepang menyatakan tidak tertarik dan tidak memikirkan soal seks. Angka ini meningkat 12 persen dari poling 2008.

4. Pesimisme tentang masa depan

Mereka mengkhawatirkan anak anak tumbuh sebagai benih yang buruk serta takut membesarkan mereka sebab mereka sendiri merasa kesulitan mendapatkan pekerjaan rutin serta merasa bahwa gaji mereka terlalu kecil sehingga tidak dapat diandalkan dalam berkeluarga.

5. Zaman nuklir yang berbahaya

Era nuklir tidak hanya berdampak pada terjadinya kelainan genetika. Lebih dari itu, era nuklir diduga sebagai biang keladi penurunan jumlah kelahiran bayi perempuan di seluruh dunia. Demikian hasil studi terbaru yang dipublikasikan peneliti dari Helmholtz Zentrum, München, Jerman. Kondisi itu disebabkan arus udara menangkap atom-atom yang terlontar dari hasil ledakan. Tangkapan atom-atom oleh udara selanjutnya menyebar ke seluruh dunia. Berangkat dari fakta itu, Hagen memprediksikan efek dari reaktor nuklir Daiichi, Jepang akan menurunkan jumlah kelahiran bayi perempuan di pantai barat AS. Hasil pengujian menunjukkan radiasi menyebabkan kerusakan pada kromosom X dalam sperma.

6. Tidak memihak pada perempuan

Selain nilai sosial Jepang yang sangat menghargai usia seseorang, hambatan utama fertilitas perempuan di negeri itu juga terletak di sistem kerja yang terkadang sangat tidak memihak kepada perempuan. Praktik yang terjadi di Jepang saat ini dalam hal perlakuan dunia kerja kepada perempuan yang menikah lalu hamil dan melahirkan, membuat kaum perempuan di sana tidak terlalu bersemangat untuk menjadi ibu rumah tangga. Karena bila sudah menikah, kemudian punya anak, jabatan atau pekerjaan perempuan itu bisa saja langsung diganti oleh orang lain tak lama setelah sang wanita mengajukan izin cuti hamil atau melahirkan.

2.3 Penyebab Terjadinya Koreika Shakai

1. Tingkat mortalitas rendah

Adanya tingkat mortalitas atau tingkat kematian yang rendah menandakan bahwa generasi lanjut usia tetap hidup panjang umur. Mereka yang lanjut usia kebanyakan masih sehat dan bisa hidup sementara kaum lanjut usia terus menumpuk.

2. Gaya hidup sehat

Di Jepang makanan menjadi faktor penting untuk meningkatkan harapan hidup. Makanan gaya Jepang baik untuk kesehatan dan mengandung banyak nutrisi untuk i, memperlambat penuaan sel, rendah kalori, dan mengandung zat-zat gizi penting. Karena apa yang mereka makan setiap hari sangat baik untuk kesehatan, dan mereka masih membiasakan untuk berolah raga, itulah yang menyebabkan mereka terlihat awet muda dan berumur panjang. Sering dijumpai makanan Jepang yang disajikan mentah. Ini bukan dengan tidak beralasan. Selain lebih segar, nutrisi makanan mentah dipastikan lebih tinggi daripada makanan yang telah mengalami proses pemasakan. Kalau masih segar, makanan tidak memerlukan bumbu yang banyak atau dimasak dalam waktu yang lama, dan hampir semua vitamin dan nutrisi yang menjadikan tubuh tetap sehat tetap terkandung di dalam makanan tersebut.

3. Pola pikir yang dinamis

Merupakan kesalahan besar jika berfikir kalau masa tua adalah masa untuk bersantai, berbaring di tempat tidur dan menghabiskan waktu hanya dengan menonton tv di rumah. Dengan kata lain, jika beranjak tua maka saat itulah melakukan penarikan diri dari dunia yang aktif. Justru, di masa tua itulah setidaknya orang tetap aktif dalam berinteraksi dengan orang-orang, menjalani kehidupan yang membangkitkan semangat dan itu adalah salah satu cara untuk bertahan hidup. Faktor penting bagi masyarakat yang berusia lanjut adalah sikap optimis. Untuk tetap selalu sehat mereka berusaha untuk selalu bahagia. Misalnya dengan rajin merawat kulit, berolahraga, membersihklan pikiran dengan tidak menumpuk rasa stress. Dengan mempunyai pola pikir yang terbuka, sanggup menerima perubahan dari luar, tidak memupuk rasa stres, dapat menghindarkan mereka dari penyakit penyakit yang dapat merenggut nyawa mereka.

6 komentar:

  1. わあ、すごい!!!

    BalasHapus
  2. terima kasih atas artikelnya, mempermudah saya mengerjakan mata kuliah nihon bunka nyumon :)

    BalasHapus
  3. terima kasih atas postingannya, sangat bermanfat sekali untuk saya, kalo boleh saya minta buku atau website resmi untuk referensinya?

    BalasHapus
  4. terima kasih atas postingannya, sangat bermanfat sekali untuk saya, kalo boleh saya minta buku atau website resmi untuk referensinya?

    BalasHapus
  5. Gimana cara mengatasi hal tersebut?

    BalasHapus